Jakarta (Antaranews Aceh) - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan dana operasional untuk kepala desa dan perangkat desa bertujuan untuk mencegah adanya penyalahgunaan dana desa.
Pengawasan dana desa saat ini, menurut Tjahjo, berpotensi menimbulkan ketakutan di kalangan kepala desa dan perangkatnya; sehingga bisa mengakibatkan inisiatif untuk membangun pedesaan menjadi terhambat.
"Jangan sampai fungsi-fungsi pengawasan itu menghambat inisiatif perangkat desa, karena faktor 'ketakutan' itu ada. Maka kami mengusulkan ada anggaran sendiri untuk kepala desa dan perangkat desa," kata Mendagri usai menghadiri Rapat Koordinasi Nasional dan Evaluasi Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Tahun 2018 di Jakarta, Rabu.
Pengawasan penggunaan dana desa selama ini, menurut Tjahjo, telah dilakukan Kemendagri bekerja sama dengan Inspektorat Jenderal (Irjen), Kejaksaan RI dan juga Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Fungsi pengawasannya sudah ada, sebagai perangkat desa, perangkat kelurahan kan bagian dari Kemendagri. Kami punya inspektorat, punya pemdes-nya, kerja samanya sudah ada antara Kemenkeu, Kemendes dan Bappenas sebagai perencanaan umumnya, sudah ada semua," kata Tjahjo.
Anggaran untuk kepala desa dan perangkat desa tersebut saat ini telah dibahas di Kementerian Keuangan terkait besaran nilai dana operasional yang diambil dari total keseluruhan dana untuk desa.
"Ini sedang diproses oleh Kemenkeu lewat ADD (Alokasi Dana Desa), maksimal lima persen dari anggaran desa," ujarnya.
Sumber dana bantuan untuk desa yang berasal dari Pemerintah Pusat melalui pemda, dapat dialokasikan sebagian untuk kegiatan operasional kepala desa dan para perangkat desa.
Meski tidak ada pos anggaran baru untuk dana operasional desa, Pemerintah berencana menaikkan nilai dana bantuan untuk desa pada tahun 2019 mendatang.
Anggaran dana desa mengalami peningkatan sejak pertama kali diluncurkan pada 2015, yakni sebesar Rp20 triliun menjadi Rp60 triliun di 2018, kemudian meningkat menjadi Rp73 triliun di 2019.