Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan dua tersangka kasus dugaan suap terkait pengadaan barang/jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara Tahun 2021.
Dua tersangka, yaitu Bupati Kolaka Timur Andi Merya Nur (AMN), dan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kolaka Timur Anzarullah (AZR).
"Untuk proses penyidikan, tim penyidik melakukan upaya paksa penahanan kepada para tersangka untuk 20 hari pertama terhitung mulai 22 September 2021 sampai dengan 11 Oktober 2021," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat jumpa pers, di Gedung KPK, Jakarta, Rabu.
Baca juga: Bupati Kolaka Timur ditetapkan sebagai tersangka
Ghufron mengatakan Andi Merya ditahan di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, dan Anzarullah ditahan di Rutan KPK pada Kaveling C1 berlokasi di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta.
"Sebagai langkah antisipasi penyebaran COVID-19 di lingkungan Rutan KPK, para tersangka akan dilakukan isolasi mandiri selama 14 hari pada rutan masing-masing," kata Ghufron.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan pada Maret-Agustus 2021, Andi Merya dan Anzarullah menyusun proposal dana hibah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) berupa dana Rehabilitasi dan Rekonstruksi (RR) serta Dana Siap Pakai (DSP).
Baca juga: Bupati Kolaka Timur diperiksa KPK selama 12 jam
Kemudian awal September 2021, Andi Merya dan Anzarullah datang ke BNPB Pusat di Jakarta untuk menyampaikan paparan terkait dengan pengajuan dana hibah logistik dan peralatan dengan Pemkab Kolaka Timur memperoleh dana hibah BNPB, yaitu hibah relokasi dan rekonstruksi senilai Rp26,9 miliar dan hibah dana siap pakai senilai Rp12,1 miliar.
Tindak lanjut atas pemaparan tersebut, Anzarullah kemudian meminta Andi Merya agar beberapa proyek pekerjaan fisik yang bersumber dari dana hibah BNPB tersebut nantinya dilaksanakan oleh orang-orang kepercayaan Anzarullah dan pihak-pihak lain yang membantu mengurus agar dana hibah tersebut cair ke Pemkab Kolaka Timur.
Adapun khusus untuk paket belanja jasa konsultansi perencanaan pekerjaan jembatan dua unit di Kecamatan Ueesi senilai Rp714 juta, dan belanja jasa konsultansi perencanaan pembangunan 100 unit rumah di Kecamatan Uluiwoi senilai Rp175 juta akan dikerjakan oleh Anzarullah.
Andi Merya menyetujui permintaan Anzarullah tersebut, dan sepakat akan memberikan "fee" kepada Andi Merya sebesar 30 persen.
Selanjutnya, Andi Merya memerintahkan Anzarullah untuk berkoordinasi langsung dengan Dewa Made Ratmawan selaku Kabag ULP, agar memproses pekerjaan perencanaan lelang konsultan dan mengunggahnya ke Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), sehingga perusahaan milik Anzarullah dan/atau grup Anzarullah dimenangkan serta ditunjuk menjadi konsultan perencana pekerjaan dua proyek itu.
KPK menduga Andi Merya meminta uang Rp250 juta atas dua proyek pekerjaan yang akan didapatkan Anzarullah tersebut.
Anzarullah telah menyerahkan uang Rp25 juta terlebih dahulu kepada Andi Merya, dan sisanya Rp225 juta disepakati akan diserahkan di rumah pribadi Andi Merya di Kendari.
Adapun sisa uang Rp225 juta tersebut yang diamankan KPK saat operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Andi Merya dan kawan-kawan.
Terkait kasus Bupati Kolaka Timur itu, Ghufron mengingatkan agar para penyelenggara negara untuk berpegang pada sumpah jabatan dan bekerja sebagai pelayan masyarakat.
Ia mengatakan pengadaan barang dan jasa melalui lelang dilakukan sebagai upaya mencegah agar tidak terjadi tindak pidana korupsi.
"Oleh karena itu, sekali lagi KPK berharap kepada segenap para penyelenggara negara, mari kita hentikan kegiatan-kegiatan yang bernuansa koruptif, agar bagaimana pun saat ini kita sedang menghadapi COVID-19 masih banyak anggaran dan dana rakyat yang dibutuhkan untuk pembangunan bangsa kita," ujarnya pula.
KPK tahan Bupati Kolaka Timur dan Kepala BPBD
Kamis, 23 September 2021 5:09 WIB