Jakarta (ANTARA) - Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada jelang akhir pekan ditutup melemah, seiring gagalnya negosiasi antara Rusia dan Ukraina serta tingginya inflasi di Amerika Serikat.
Rupiah ditutup melemah 25 poin atau 0,18 persen ke posisi Rp14.301 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp14.276 per dolar AS.
"Pelemahan rupiah salah satunya dipicu negosiasi yang gagal, sedangkan dolar AS makin menguat pasca-rilis data inflasi 7,9 persen yang akan semakin menkonfirmasikan hawkisness The Fed pada FOMC minggu depan," kata Analis DCFX Futures Lukman Leong saat dihubungi di Jakarta, Jumat.
Pembicaraan antara Menteri Luar Negeri Rusia dan Ukraina tidak membuat kemajuan nyata menuju gencatan senjata.
Di sisi lain, investor juga mencermati data inflasi Februari dari AS yang sesuai dengan ekspektasi, tetapi juga menunjukkan peningkatan secara tahunan terbesar sejak Januari 1982.
Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan pada Kamis (10/3) bahwa Indeks Harga Konsumen AS meningkat sebesar 0,8 persen (mom) pada Februari, atau 7,9 persen (yoy).
Pelaku pasar sepenuhnya memperkirakan bank sentral akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin pada akhir pertemuan kebijakan moneter minggu depan.
"The Fed pada rilis minute minggu lalu mensinyalkan akan melakukan yang ekstrem untuk menekan inflasi walau mengorbankan ekonomi," ujar Lukman.
Rupiah pada pagi hari dibuka melemah ke posisi Rp14.295 per dolar AS. Sepanjang hari rupiah bergerak di kisaran Rp14.287 per dolar AS hingga Rp14.318 per dolar AS.
Sementara itu kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada Jumat melemah ke posisi Rp14.306 per dolar AS dibandingkan posisi hari sebelumnya Rp14.298 per dolar AS.