Takengon (ANTARA) -
Masjid Besar Quba Bebesen merupakan salah satu masjid bersejarah dan menjadi bagian penting dalam perkembangan syiar Islam di dataran Tinggi Gayo sekitar tahun 1700 Masehi.
Masjid ini didirikan oleh Habib Syarif, seorang ulama asal Mekkah, Arab Saudi. Diperkirakan Habib Syarif mulai merintis pembangunan masjid ini pada akhir tahun 1700 atau awal 1800 Masehi untuk lebih meningkatkan syiar Islam di tanah Gayo.
Masjid ini berada tepat di tengah-tengah Kampung Bebesen, Kecamatan Bebesen, Kabupaten Aceh Tengah. Statusnya saat ini adalah masjid besar, sebagai pusat kegiatan keagamaan di wilayah kecamatan setempat.
Peneliti Masjid Besar Quba Bebesen yaitu Yusradi Usman al-Gayoni mengatakan masjid tersebut sudah dibangun sebelum penjajah Belanda masuk ke wilayah Gayo pada sekitar tahun 1903.
Menurutnya masjid ini menyimpan banyak cerita dan sejarahnya tersendiri, termasuk kisahnya pernah dibakar oleh PKI pada tahun 1965.
"Pernah dibakar oleh oknum anggota PKI tepatnya pada tanggal 21 Juli 1965. Dulu bangunannya masih papan, berbentuk panggung, berpondasi batu, dan ada tiga menara kecil di atasnya," kata Yusradi Usman, Senin.
Dia menjelaskan setelah dibakar oleh PKI, masjid ini dibangun kembali oleh masyarakat setempat. Seorang ulama kharismatik saat itu yaitu Tgk Abdurrahman asal Kampung Bebesen kemudian mengusulkan pemberian nama untuk masjid tersebut yaitu Masjid Quba Bebesen.
"Nama Quba filosofinya berangkat dari hijrah Nabi Muhammad SAW, dari Mekkah ke Madinah," sebut Yusradi.
Yusradi sendiri mengaku sudah melakukan penelitian terhadap sejarah Masjid Besar Quba Bebesen sejak tahun 2007.
Kembali ke sejarah awal pendiriannya oleh Habib Syarif, Yusradi menuturkan bahwa sosok Habib Syarif merupakan seorang ulama asal Mekkah yang memilih menetap di Gayo pada sekitar tahun 1700 Masehi.
Ketokohan dan keilmuan Habib Syarif pada saat itu begitu masyhur sehingga banyak orang mendatanginya untuk mendalami agama Islam.
"Habib Syarif adalah orang Arab, berasal dari Mekkah, bukan berasal dari Yaman atau Hadramaut. Awalnya dia hijrah ke Aceh, tepatnya di Ie Leubeu, Pidie. Setelah menguasai bahasa Aceh Habib Syarif dan rombongan pindah dan menetap di wilayah Gayo, tepatnya di Kampung Serempah, Kecamatan Ketol, Aceh Tengah," kata Yusradi.
Menurutnya Habib Syarif pertama kali mendirikan masjid di Kampung Serempah, setelah memilih menetap di sana dan menjalani hidup dengan bercocok tanam dan bersawah.
Dengan adanya masjid tersebut Habib Syarif terus mengembangkan syiar Islam, sosoknya pun semakin dikenal luas oleh masyarakat Gayo hingga ada yang memintanya untuk mengembangkan syiar Islam di wilayah Takengon, tepat di Kampung Bebesen.
"Terdapat relasi antara pembangunan Masjid Quba Bebesen dengan masjid di Serempah, Ketol. Sebagian bahan pembangunan Masjid Quba dibawa dari sana. Bangunannya saat itu sama dengan masjid-masjid tua lainnya seperti masjid di Isaq, Masjid Asal di Penampaan Gayo Lues, Masjid Kebayakan, dan masjid-masjid tua di pesisir Aceh," tutur Yusradi.
Selain membangun Masjid Quba Bebesen, kata Yusradi, salah satu peninggalan Habib Syarif yang masih ada sampai saat ini adalah Sumur Telege Monyeng.
Sumur tersebut juga berada tepat di areal Masjid Besar Quba Bebesen saat ini. Sumur ini masih terus mengeluarkan air jernih tanpa pernah kering. Sebagian masyarakat bahkan menyebutnya sebagai sumur keramat.
"Habib Syarif meninggal sekitar tahun 1850 M. Sekarang Masjid Quba Bebesen sudah sangat megah, dalam perjalanannya masjid ini terus dibangun untuk bisa menampung lebih banyak jamaah," kata Yusradi.