Pengamat politik asal Universitas Nasional Muhammad Hailuki di Jakarta, Kamis mengatakan bila DPR tidak melanjutkan proses revisi UU KPK maka hal itu menunjukkan sensitivitas wakil rakyat atas keinginan dan pandangan masyarakat atas hal tersebut.
"Jika DPR mengambil sikap melawan arus ideologi anti-korupsi maka lembaga yang terhormat tersebut akan semakin dijauhi rakyat," katanya.
Luki mengapresiasi keputusan pimpinan DPR tidak tergesa-gesa melanjutkan proses revisi UU KPK antara lain dengan menunda sidang paripurna DPR RI yang mengagendakan mengenai revisi UU KPK yang semula akan berlangsung pada Kamis (18/2).
"Di bawah kepemimpinan Ade Komaruddin sebagai ketua diharapkan DPR kembali ke rel Gerakan Reformasi, meluruskan kembali jalan demokrasi Indonesia yang rentan dibajak oleh kaum oligarkis," kata Luki.
Menurutnya, salah satu faktor keberhasilan konsolidasi demokrasi di negara berkembang adalah adanya komitmen kuat dari para elite untuk melakukan penegakan hukum yang berkeadilan.
"Bung Hatta pernah mewanti-wanti, apabila demokrasi dalam sebuah negara gagal maka situasi itu akan mengundang lahirnya kembali rezim diktator otoritarian karena rakyat kecewa terhadap wakil rakyat," tegasnya.
Luki mengatakan apabila DPR tidak menghendaki kegagalan konsolidasi demokrasi, maka para wakil rakyat dan partai politik yang ada di parlemen harus berkomitmen memerangi korupsi dengan cara membatalkan revisi UU KPK.