Banda Aceh (ANTARA) - Kalangan pengrajin songket di Provinsi Aceh mengaku usaha mereka geluti kembali bangkit setelah terdampak pandemi COVID-19 sejak dua tahun terakhir.
Fitriani, pengrajin songket, di Aceh Besar, Jumat, mengatakan bangkit dan pulihnya usaha songket atau kain tenun bersulam yang digelutinya ditandai dengan membaiknya pemasaran sejak beberapa bulan terakhir.
"Sebelumnya, usaha songket kami ini sempat terdampak pandemi COVID-19. Hal itu ditandai menurunnya permintaan pasar ketika demam virus corona ini mewabah. Kini, usaha songket kami perlahan pulih," kata Fitriani.
Fitriani mengatakan usaha songket tersebut berdiri di era 70-an. Kini, usaha kerajinan tersebut sudah dilakukan hampir lima dekade dengan tiga generasi. Kini, kerajinan tersebut mempekerjakan 10 pengrajin
Menurut Fitriani, saat ini permintaan songket kembali normal, berkisar 20 hingga 30 lembar. Pada saat pandemi COVID-19, permintaan hanya berkisar lima hingga 10 lembar.
"Walau saat ini permintaan songket hanya dari kalangan pemerintahan, tetapi jumlah yang terjual kembali normal. Harga sehelai songket berkisar Rp1,2 juta hingga Rp1,7 juta.
Fitriani mengatakan usaha kerajinan yang dijalaninya mampu menghasilkan 20 hingga 30 helai songket per bulan. Masa produksi per helainya selama sebulan.
Selama ini, kata Fitriani, usaha kerajinan yang dijalaninya mendapat dukungan pembinaan dari Bank Indonesia, BUMN, serta Dekranasda Aceh Besar. Termasuk memberi bantuan pengadaan alat kerja dan alat tenun.
"Kami berharap ada dukungan pemerintah membantu pemasaran songket, sehingga kerajinan yang dihasilkan, penjualannya tidak hanya untuk kalangan pemerintahan, tetapi juga masyarakat umum," kata Fitriani.
Fitriani juga mengaku bangga produk songket yang dihasilkan digunakan seorang desainer nasional pada peragaan busana di Paris, Prancis, beberapa waktu lalu.
"Kami berharap pandemi COVID-19 segera berakhir dan usaha kerajinan songket ini pulih seperti sedia kala. Selain usaha, kerajinan ini juga bagian dari pelestarian songket Aceh," kata Fitriani.