Meski sebelumnya sempat menimbulkan protes dari masyarakat dan petani, namun persoalan tersebut saat ini telah diselesaikan secara musyawarah dan mufakat antara masyarakat, aparatur desa dengan manajemen perusahaan tambang, untuk melakukan pergantian sumber air petani.
“Jadi, pihak perusahaan (PT Mifa) mengaku siap bertanggungjawab untuk menciptakan sumber air baru ke sawah masyarakat, dengan membangun sumur bor,” kata Bukhari menambahkan.
Karena sudah ada kesepakatan antara masyarakat dan pihak perusahaan, DLHK Aceh Barat sejauh ini belum bisa memberi sanksi tegas kepada pihak perusahaan, terhadap dampak lingkungan yang ditimbulkan dari penimbunan tanah di sekitar lokasi tambang batu bara di Desa Baro Paya, Kecamatan Meureubo, Kabupaten Aceh Barat.
Bukhari mengakui sanksi tersebut belum bisa diberikan oleh pemerintah daerah, karena masyarakat, bersama aparatur desa telah menyepakati menyelesaikan persoalan tersebut dengan pembangunan sumur bor guna mengganti sumber air sawah yang hilang.
Selain itu, pihak perusahaan juga siap memberikan kompensasi kepada masyarakat yang sepanjang tahun 2023, karena dampak hilangnya sumber air sehingga petani tidak bisa turun ke sawah.
“Masyarakat telah sepakat bahwa tidak mau mengganggu investasi, namun harus ada kompensasi akibat persoalan hilang sumber air ini, dan tuntutan kompensasi tersebut telah disetujui pihak perusahaan tambang batu bara sebagai bentuk tanggungjawab pihak perusahan,” demikian Bukhari.
Baca juga: Warga Aceh Barat protes tambang batu bara sebabkan petani kesulitan air untuk sawah