Meulaboh (ANTARA) - Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Aceh Barat memastikan seluas 60 hektare (Ha) lahan sawah petani di Desa Baro Paya, Kecamatan Meureubo, mengalami kekeringan setelah hilangnya sumber air akibat aktivitas tambang batu bara di kawasan tersebut.
“Hasil pengecekan yang kami lakukan, memang benar sekitar 60 hektare lahan sawah masyarakat kini telah hilang sumber air karena timbunan aktivitas perusahaan tambang batu bara,” kata Kepala DLHK Kabupaten Aceh Barat Bukhari kepada ANTARA di Meulaboh, Sabtu.
Ia menyebutkan, hilangnya sumber air di sawah milik masyarakat Desa Baro Paya, Kecamatan Meureubo, Kabupaten Aceh Barat ditemukan setelah DLHK melakukan peninjauan secara langsung ke lokasi yang dilaporkan oleh masyarakat. Di sekitar daerah tersebut terdapat tambang batu bara PT Mifa Bersaudara.
Baca juga: DLHK Aceh Barat telusuri hilangnya sumber air di sawah akibat tambang batu bara
Menurutnya, hilangnya sumber air di sawah masyarakat akibat akibat penimbunan di kawasan Geunang Krueng Neubok, Kecamatan Meureubo, Aceh Barat, sehingga sumber air yang selama ini mengairi sawah petani telah tertutup timbunan tambang batu bara.
Meski sebelumnya sempat menimbulkan protes dari masyarakat dan petani, namun persoalan tersebut saat ini telah diselesaikan secara musyawarah dan mufakat antara masyarakat, aparatur desa dengan manajemen perusahaan tambang, untuk melakukan pergantian sumber air petani.
“Jadi, pihak perusahaan (PT Mifa) mengaku siap bertanggungjawab untuk menciptakan sumber air baru ke sawah masyarakat, dengan membangun sumur bor,” kata Bukhari menambahkan.
Karena sudah ada kesepakatan antara masyarakat dan pihak perusahaan, DLHK Aceh Barat sejauh ini belum bisa memberi sanksi tegas kepada pihak perusahaan, terhadap dampak lingkungan yang ditimbulkan dari penimbunan tanah di sekitar lokasi tambang batu bara di Desa Baro Paya, Kecamatan Meureubo, Kabupaten Aceh Barat.
Bukhari mengakui sanksi tersebut belum bisa diberikan oleh pemerintah daerah, karena masyarakat, bersama aparatur desa telah menyepakati menyelesaikan persoalan tersebut dengan pembangunan sumur bor guna mengganti sumber air sawah yang hilang.
Selain itu, pihak perusahaan juga siap memberikan kompensasi kepada masyarakat yang sepanjang tahun 2023, karena dampak hilangnya sumber air sehingga petani tidak bisa turun ke sawah.
“Masyarakat telah sepakat bahwa tidak mau mengganggu investasi, namun harus ada kompensasi akibat persoalan hilang sumber air ini, dan tuntutan kompensasi tersebut telah disetujui pihak perusahaan tambang batu bara sebagai bentuk tanggungjawab pihak perusahan,” demikian Bukhari.
Baca juga: Warga Aceh Barat protes tambang batu bara sebabkan petani kesulitan air untuk sawah