WALHI sebut banjir Aceh Tenggara jadi bukti kerusakan hutan semakin masif
Kamis, 24 Agustus 2023 12:32 WIB
Sejauh ini, banjir Aceh Tenggara sudah merendah lima kecamatan dan 28 gampong. Akibatnya juga telah merusak lahan padi 350,50 hektare dan lahan jagung 53 hektare. Bahkan dilaporkan jembatan Lawe Hijo Ampera putus.
Salihin menjelaskan, luas wilayah Aceh Tenggara 414.664 hektare, dan 92 persen nya itu masuk dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) atau seluas 380.457 hektare.
KEL merupakan salah satu hamparan hutan hujan tropika terkaya di Asia Tenggara, serta lokasi terakhir di dunia yang ditempati empat spesies kunci sekaligus yakni gajah sumatera, badak sumatera, harimau sumatera, dan orang utan Sumatera.
Parahnya, lanjut Salihin, kerusakan tutupan hutan di Aceh Tenggara mayoritas terjadi dalam Hutan Lindung (HL) dan Taman Nasional (TN) yang seharusnya dijaga dan dilindungi. Dampaknya saat musim hujan dengan intensitas tinggi, banjir dengan mudah terjadi, karena daya tampung semakin berkurang karena hutan sudah gundul.
Hutan Lindung di Aceh Tenggara berdasarkan SK Menteri LHK Nomor 580 seluas 79.267 hektare, dan sekarang tersisa hanya 68.218 hektare. Artinya pada 2022 terjadi kehilangan tutupan hutan di kawasan ini seluas 11.049 hektare.
Baca juga: Dinkes masih buka posko kesehatan warga terdampak banjir di Agara
Kemudian Taman Nasional (TN) di Aceh Tenggara awalnya memiliki luas 278.205 hektare, sekarang tersisa 257.610 hektare, artinya telah terjadi kehilangan 20.595 hektare pada 2022.
“Kondisi hutan di Aceh Tenggara terus menyusut setiap tahunnya sejak 2014 lalu, ini yang kemudian menjadi pemicu mudah terjadi banjir bila hujan lebat melanda,” ujarnya.
Menurutnya, jika hutan terus ditebang dan suatu wilayah dilanda curah hujan yang tinggi, maka dapat menyebabkan luapan air yang berlebih. Karena pohon memiliki fungsi menyerap air untuk mencegah banjir.
“Pohon itu memiliki peran penting untuk mencegah banjir, terutama banjir bandang, karena pohon sebagai penghalang air banjir, sehingga air meresap dan banjir dapat teratasi. Jadi kalau hutan sudah gundul, tidak ada lagi yang menahan air,” katanya.
Oleh sebab itu, Walhi mendesak Pemerintah Aceh memproteksi kerusakan hutan di Aceh Tenggara yang terus terjadi setiap tahunnya. Serta tidak membuka jalan baru, cukup memaksimalkan jalan yang sudah ada dengan memperbaiki agar mudah dilalui.
Karena bila ada jalan tembus baru dibangun semakin memantik pembalakan liar yang berakibat fatal terhadap kondisi lingkungan di Aceh Tenggara.
Selain berdampak terjadinya banjir, juga mengakibatkan konflik satwa karena habitat dan koridor terganggu dan kejahatan lingkungan lainnya.
"Berdasarkan pengamatan Walhi, Aceh Tenggara memiliki riwayat banjir yang tinggi dibandingkan daerah lainnya di Aceh. Ini tidak terlepas masih terjadi sengkarut ruang yang harus secepatnya diperbaiki," demikian Salihin.
Baca juga: Seluas 865 Ha lahan padi dan jagung gagal tanam akibat banjir di Agara