Sabang (ANTARA Aceh) - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Badan Cuaca Amerika National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) direncanakan melakukan penelitian dua fenomena alam di Samudera Hindia.
"Peneliti BMKG, LIPI dan Pakar Kelautan NOAA direncakan tiba di Sabang pada tanggal 8 Maret 2017 dan ilmuan ini akan meneliti dua fenomena alam di Samudera Hindia," kata Kepala Stasiun BMKG Kota Sabang Siswanto, kepada ANTARA di Sabang, Minggu.
Ia menjelaskan, kedua fenomena alam yang akan diteliti tersebut adalah El-Nino and Southern Oscillation (ENSO) di Kawasan Pasifik dan Indian Ocean Dipole (IOD) di Samudera Hindia.
"Kedua fenomena alam ini sangat berperan dan pengaruhnya dalam mewarnai iklim wilayah Indonesia," katanya lagi.
Lebih lanjut Siswanto menyatakan, penelitian ini satu paket dengan kegiatan Ekspedisi Indonesia Prima 2017 atau Indonesia Program Initiative on Maritime Observation and Analysis/Indonesia PRIMA (INAPRIMA) yang sedang berlangsung dari 20 Februari sampai dengan 16 Maret 2017.
Menurutnya, INAPRIMA merupakan salah satu dari 3 program utama Pemerintah Indonesia yakni menjadi prioritas agenda pembangunan kemaritiman yakni "observasi laut".
Dan kegiatan ini merupakan tindak lanjut penandatanganan kerjasama antara Indonesia dengan Amerika Serikat beberapa waktu yang lalu terkait kelautan, terutama untuk science dan teknologi.
"Rute penelitiannya diawali pelayaran dengan Kapal Buana Jaya VIII dari Samudera Hindia-Sabang dan Sabang-Pidie-Selat Malaka dan berakhir di Jakarta. Dan Kapal itu tiba di Sabang dari 8 sampai dengan 9 Maret 2017," ujar dia.
"Kegiatan penelitian ini juga sekaligus meneliti sesar baru yang diduga memicu akibat gempa tektonik tanggal 7 Desember 2016 pagi pukul 05.03 WIB, lokasinya persis, 5.19 lintang utara (LU), 96.36 Barat Timur (BT) dan 18 kilometer timur laut Kabupaten Pidie Jaya, Aceh dikedalaman 10 kilometer," tambahnya.
Pada kesempatan itu Siswanto juga menyampaikan, pelayaran ini salah satu misinya adalah sebagai upaya dalam observasi dan pengamatan data oceanografi yang selama ini terdapat kekosongan data.
Kondisi geografis daerah paling ujung barat Indonesia luasnya, 12.213,96 hektare dan meliputi lima pulau diantaranya, Pulau Weh (12.084,45 hektare), Klah (17,71 hektare), Pulau Rubiah (35,36 hektare), Seulako (4,98 hektare) dan Pulau Rondo (71,57 hektare).
Secara geografis Kota Sabang juga memiliki luasan 122,14 kilometer persegi sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka, sebelah selatan berbatasan dengan Laut Andaman, sebelah timur berbatasan dengan Selat Malaka dan sebelah selatan berbatasan dengan Laut Andaman.
Kemudian topografi wilayahnya datar 71,43 hektare (0,58 persen), landai 516 hektare (4,2), bergelombang 1.170,13 hektare (9,6), berbukit 2.035,76 hektare (16,6), bergunung 2.215,42 hektare (18,1) dan sangat curam 2.625,87 hektare (21,5).
Siswanto juga menjelaskan, geologi wilayah Sabang, batu gamping, koral, tufa, aglomerat, lava, adsit, lempung, pasir, kerikil dan kerava.
Ia juga menyebutkan, secara umum formasi penyusun batuan wilayah Kota Sabang dapat di klasifikasi kan 70 persen dataran vulkanik, 17 persen batuan sedimen dan 13 endapan batuan aluvial.'