Banda Aceh (ANTARA) - Satreskrim Polresta Banda Aceh menangkap terduga pelaku pelecehan seksual dan pemerkosaan terhadap anak di bawah umur, yang dilakukan tersangka dengan modus pengobatan alternatif.
"Hubungan antara korban dengan tersangka hanya sebatas orang yang dipercaya bisa mengobati sakit. Jadi modusnya itu pengobatan alternatif," kata Kasat Reskrim Polresta Banda Aceh, Kompol Fadillah Aditya Pratama, di Banda Aceh, Kamis.
Fadillah mengatakan, kasus tersebut awalnya terjadi pada Juni 2024 di wilayah Banda Aceh. Saat itu, korban yang masih berusia 15 tahun dibawa oleh orang tuanya ke rumah tersangka yang dipercaya bisa mengobati penyakit getah bening pada korban.
Baca juga: Panti RSAN Dinsos Aceh hadirkan 30 permainan ramah anak untuk pulihkan trauma
Dalam proses pengobatan, kata dia, pelaku melakukan pelecehan seksual dan pemerkosaan terhadap korban sebanyak tiga kali di lokasi berbeda. Bahkan, tersangka juga sempat membawa korban ke Kabupaten Aceh Barat Daya. Pelecehan juga terjadi di sana.
Tersangka, juga menyuruh korban menginap di tempatnya. Alasan yang disampaikan, korban baru bisa disembuhkan jika tinggal bersama. Hingga, korban beserta orang tuanya mengikuti arahan tersebut.
"Tetapi, aksi tersangka itu baru dilakukan saat ayah korban keluar untuk pergi bekerja membuka toko," ujarnya.
Setelah melakukan aksinya, lanjut Fadillah, tersangka juga mengancam korban untuk tidak menceritakan kepada siapapun perbuatannya tersebut jika masih ingin diobati.
"Tersangka mengancam korban untuk tidak bercerita kepada siapapun. Karena jika korban bercerita, maka tersangka tidak akan mengobati korban lagi," kata Fadillah.
Dirinya menambahkan, setelah dilakukan rangkaian penyelidikan atas laporan tersebut, pelaku berinisial TI ditangkap pada 7 Januari 2025 di wilayah Kabupaten Aceh Utara.
Baca juga: Perempuan dan anak Aceh belum sepenuhnya terlindungi
Berdasarkan keterangan para saksi, tersangka sudah menekuni bidang pengobatan alternatif tersebut lebih kurang sekitar satu tahun. Untuk korban, sejauh ini satu orang.
Terhadap perbuatannya, tersangka TI disangkakan dengan Pasal 50 Jo Pasal 47 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat, atau hukuman cambuk.
"Pelaku terancam dihukum dengan uqubat cambuk paling sedikit 150 kali, dan maksimal 200 kali, atau penjara maksimal 200 bulan, serta denda paling banyak 2.000 gram emas murni," demikian Kompol Fadillah.
Baca juga: Paslon gubernur klaim anggaran PPA kurang maksimal di Aceh, benarkah?