Banda Aceh (ANTARA) - Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) mengapresiasi langkah Presiden RI Joko Widodo karena telah mencabut Peraturan Presiden (Perpres) terkait investasi di bidang industri minuman keras (miras).
"Alhamdulillah, kami mengapresiasi kepada Presiden Jokowi karena telah mencabut peraturan tentang investasi miras itu," kata Ketua Komisi VI DPR Aceh Irawan Abdullah di Banda Aceh, Rabu.
Irawan mengatakan, meskipun awalnya sudah melegalkan, namun karena desakan dari berbagai ormas besar, seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah akhirnya Presiden mencabutnya.
"Sejumlah pihak baik ormas maupun instansi lainnya memprotes keras adanya Perpres Miras tersebut. Oleh desakan itu hingga Presiden membatalkan," ujarnya.
Menurut Irawan, pencabutan Perpres miras tersebut merupakan perjuangan dan kemenangan bersama yang harus disyukuri. Karenanya, ia mengajak semua elemen masyarakat untuk tetap mengawal pencabutan Perpres miras tersebut.
Irawan berharap, pemerintah dalam melahirkan sebuah peraturan jangan hanya memperhatikan kemajemukan masyarakat. Tetapi, juga harus melihat bahwa penduduk Indonesia mayoritas islam.
"Kemudian, semua agama tentang miras ini memang dilarang. Bahkan orang Papua sendiri yang mungkin mayoritasnya non muslim juga menolak," kata politikus PKS itu.
Seperti diketahui, Presiden mencabut butir-butir lampiran pada Peraturan Presiden Nomor 10/2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang mengatur soal investasi di bidang industri minuman keras.
"Bersama ini saya sampaikan saya putuskan lampiran Perpres terkait pembukaan investasi baru dalam industri minuman keras yang mengandung alkohol saya nyatakan dicabut," kata Presiden Jokowi dalam kanal Youtube Sekretariat Presiden yang dilihat di Jakarta, Selasa (2/3).
Perpres Nomor 10/2021 itu terbit pada 2 Februari 2021 sebagai peraturan turunan UU Cipta Kerja.
Perpres Nomor 10/2021 itu memang tidak mengatur khusus miras melainkan soal penanaman modal.
Namun, disebutkan dalam beleid tersebut bahwa industri miras di daerah tertentu di Indonesia, yakni Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua.