Banda Aceh (ANTARA Aceh) - Mantan Rektor Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh Prof Dr Darni M Daud MA yang dipidana korupsi mengajukan peninjauan kembali atau PK kepada Mahkamah Agung RI.
Memori PK tersebut disampaikan Darni M Daud dipersidangan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Banda Aceh, Kamis, dengan Majelis Hakim diketuai Muhibuddin.
Hadir pada persidangan itu jaksa penuntut umum Rahmadi Agus dan Ibnu Sakdan dari Kejaksaan Tinggi Aceh.
Darni hadir ke Pengadilan Negeri tersebut mengenakan kemeja putih tangan panjang yang didamping pengacaranya Ansarullah Ida dan Aulia SH.
PK tersebut langsung dibacakan sendiri oleh Darni yang dipidana oleh Mahkamah Agung dengan hukuman lima tahun penjara denda Rp200 juta subsider enam bulan penjara, serta membayar uang pengganti Rp322,4 juta.
Mantan Rektor Unsyiah ini dipidana penjara karena terbukti dalam kasus korupsi beasiswa program pengembangan daerah dan guru terpencil yang dibiayai Pemerintah Aceh tahun anggaran 2009-2010.
Darni mengatakan ada dua alasan dirinya mengajukan. Pertama, dalam putusan Mahkamah Agung data dirinya terkait agama ditulis Kristen Protestan. Sementara, agamanya Islam.
"Penulisan agama saya Kristen Protestan berdampak secara psikologis. Selain itu, ada bukti baru dalam perkara saya. Bukti baru tersebut saya sampaikan dalam memori peninjauan kembali ini," kata Darni.
Kedua, kata dia, ada bukti baru yang membebaskan dirinya dari segala dakwaan jaksa penuntut umum. Di antaranya, fee manajemen yang diperoleh dari program beasiswa yang dibiayai Pemerintah Aceh tersebut.
Menurut Darni, biaya atau fee manajemen sebesar Rp161,2 juta dari program beasiswa tersebut digunakan untuk kepentingan Unsyiah. Penggunaan fee manajemen tersebut telah sesuai dengan aturan yang berlaku.
"Biaya manajemen tersebut digunakan untuk membantu musala Kampus Unsyiah Sektor Timur, untuk musda SPSI, dan penggunaan lainnya untuk kepentingan Unsyiah," katanya.
Menurut dia, Unsyiah bukanlah organisasi memperoleh laba. Jadi, setiap fee manajemen yang diterima digunakan untuk kepentingan Unsyiah. Dengan demikian, penggunaan fee manajemen tersebut tidak merugikan negara karena dimanfaatkan untuk kepentingan Unsyiah.
Darni juga menyebutkan fee manajemen tersebut disalurkan untuk pembayaran insentif 63 anggota senat Unsyiah. Dan pembayaran tunjangan hari raya kepada sejumlah dekan di lingkungan Unsyiah.
"Berdasarkan novum atau bukti-bukti baru tersebut, kami meminta majelis hakim agung menerima peninjauan kembali. Serta membatalkan putusan Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi Banda Aceh, dan Pengadilan Negeri Banda Aceh, yang telah memvonis diri saya bersalah," kata Darni.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rahmadi, mengatakan, memori PK menyangkut agama, merupakan kekeliruan dalam penulisan di Mahkamah Agung. Sementara, putusan pengadilan pertama dan banding, agama yang bersangkutan ditulis Islam.
"Sedangkan novum atau bukti baru yang disampaikan yang bersangkutan merupakan pokok perkara. Dan tidak perlu disampaikan lagi," kata Rahmadi.
Usai mendengarkan memori PK dari Darni M Daud dan tanggapan jaksa penuntut umum, majelis hakim diketuai Muhibbuddin mengatakan pihaknya segera menyampaikan memori PK ini ke Mahkamah Agung.
Mahkamah Agung yang akan memutuskan. Majelis hakim pengadilan negeri hanya membuat berita acara persidangan ini. Berita acara persidangan ini segera dikirim ke Mahkamah Agung, kata majelis hakim.
Memori PK tersebut disampaikan Darni M Daud dipersidangan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Banda Aceh, Kamis, dengan Majelis Hakim diketuai Muhibuddin.
Hadir pada persidangan itu jaksa penuntut umum Rahmadi Agus dan Ibnu Sakdan dari Kejaksaan Tinggi Aceh.
Darni hadir ke Pengadilan Negeri tersebut mengenakan kemeja putih tangan panjang yang didamping pengacaranya Ansarullah Ida dan Aulia SH.
PK tersebut langsung dibacakan sendiri oleh Darni yang dipidana oleh Mahkamah Agung dengan hukuman lima tahun penjara denda Rp200 juta subsider enam bulan penjara, serta membayar uang pengganti Rp322,4 juta.
Mantan Rektor Unsyiah ini dipidana penjara karena terbukti dalam kasus korupsi beasiswa program pengembangan daerah dan guru terpencil yang dibiayai Pemerintah Aceh tahun anggaran 2009-2010.
Darni mengatakan ada dua alasan dirinya mengajukan. Pertama, dalam putusan Mahkamah Agung data dirinya terkait agama ditulis Kristen Protestan. Sementara, agamanya Islam.
"Penulisan agama saya Kristen Protestan berdampak secara psikologis. Selain itu, ada bukti baru dalam perkara saya. Bukti baru tersebut saya sampaikan dalam memori peninjauan kembali ini," kata Darni.
Kedua, kata dia, ada bukti baru yang membebaskan dirinya dari segala dakwaan jaksa penuntut umum. Di antaranya, fee manajemen yang diperoleh dari program beasiswa yang dibiayai Pemerintah Aceh tersebut.
Menurut Darni, biaya atau fee manajemen sebesar Rp161,2 juta dari program beasiswa tersebut digunakan untuk kepentingan Unsyiah. Penggunaan fee manajemen tersebut telah sesuai dengan aturan yang berlaku.
"Biaya manajemen tersebut digunakan untuk membantu musala Kampus Unsyiah Sektor Timur, untuk musda SPSI, dan penggunaan lainnya untuk kepentingan Unsyiah," katanya.
Menurut dia, Unsyiah bukanlah organisasi memperoleh laba. Jadi, setiap fee manajemen yang diterima digunakan untuk kepentingan Unsyiah. Dengan demikian, penggunaan fee manajemen tersebut tidak merugikan negara karena dimanfaatkan untuk kepentingan Unsyiah.
Darni juga menyebutkan fee manajemen tersebut disalurkan untuk pembayaran insentif 63 anggota senat Unsyiah. Dan pembayaran tunjangan hari raya kepada sejumlah dekan di lingkungan Unsyiah.
"Berdasarkan novum atau bukti-bukti baru tersebut, kami meminta majelis hakim agung menerima peninjauan kembali. Serta membatalkan putusan Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi Banda Aceh, dan Pengadilan Negeri Banda Aceh, yang telah memvonis diri saya bersalah," kata Darni.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rahmadi, mengatakan, memori PK menyangkut agama, merupakan kekeliruan dalam penulisan di Mahkamah Agung. Sementara, putusan pengadilan pertama dan banding, agama yang bersangkutan ditulis Islam.
"Sedangkan novum atau bukti baru yang disampaikan yang bersangkutan merupakan pokok perkara. Dan tidak perlu disampaikan lagi," kata Rahmadi.
Usai mendengarkan memori PK dari Darni M Daud dan tanggapan jaksa penuntut umum, majelis hakim diketuai Muhibbuddin mengatakan pihaknya segera menyampaikan memori PK ini ke Mahkamah Agung.
Mahkamah Agung yang akan memutuskan. Majelis hakim pengadilan negeri hanya membuat berita acara persidangan ini. Berita acara persidangan ini segera dikirim ke Mahkamah Agung, kata majelis hakim.