Meulaboh (ANTARA Aceh) - Puluhan buruh perwakilan sejumlah aliansi melakukan aksi demonstrasi di halaman kantor Bupati Aceh Barat, meminta rekomendasi peninjauan Pergub Aceh nomor 60 tahun 2015 tentang Upah Minimum Provinsi Aceh 2016 yang dinilai tidak sesuai Undang-Undang Ketenagakerjaan.
"Kami meminta Pemerintah Aceh Barat untuk merekomendasikan kepada Gubernur tentang peninjauan kembali Pergub UMP Aceh karena mekanisme penetapannya tidak sesuai dengan UU ketenagakerjaan,"kata orator aksi Saiful Mar di Meulaboh, Selasa.
Delapan aliansi buruh yang turut dibantu mahasiswa meneriakan lima tuntutan dihalaman kantor Bupati Aceh Barat, aksi ini dikawal aparat kepolisian serta Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayahtuh Hisbah (Sat Pol PP dan WH) Aceh Barat.
Buruh juga meminta Bupati Aceh Barat mengeluarkan rekomendasi kepada Presiden RI agar mencabut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 karena dinilai merugikan kaum buruh/pekerja dan kembalikan mekanisme kenaikan upah minimum berdasarkan hasil survey Komponen Hidup Layak (KHL).
Kemudian mendesak Pemkab Aceh Barat untuk membentuk dewan pengupahan kabupaten dan menetapkan Upah Minimum Kabupaten (UMK) serta Upah Minimum Sektoral (UMS) sesuai dengan harapan mereka.
"Buruh menolak tentang formula perhitungan upah minimum berdasarkan pada tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Kembalikan kepada mekanisme sebelumnya sesuai dengan KHL sebagaimana amanat UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,"tambah koordinator aksi Zulfahri.
Lebih lanjut buruh menuntut Pemkab Aceh Barat untuk mendesak perusahaan yang masih mengunakan pekerja kotrak sistem kerja Otsourcing, untuk diangkat sebagai pekerja tetap, terutama di BUMN dan BUMD serta perusahaan swasta.
Terakhir buruh juga meminta Pemerintah Daerah setempat melakukan pengawasan ketenagakerjaan diperusahaan secara sistematis dan konprehensif terutama terkait dengan pelaksanaan upah, K3, BPJS dan menindak tegas perusahaan yang melanggar ketentuan perundang-undangan.
"Upaya mencapai kesejahteraan bagi buruh teruatama di Aceh Barat adalah dengan meningkatnya upah dan terselengaranya program jaminan sosial, baik kesehatan, ketenagakerjaan dan pendidikan bagi anak buruh,"sebutnya.
Sementara itu Bupati Aceh Barat menyambut kedatangan buruh dan berjanji akan membawa sejumlah tuntutan bersifat nasional dalam pertemuan dengan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI).
"Ini akan coba kita bawa kepertemuan dengan APKASI nanti, bila sepakat untuk dilakukan gugatan, ya kita gugat seperti yang kami lakukan terhadap UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang peralihan wewenang pemerintah kabupaten,"tegasnya.
Dalam aksi pernyataan sikap aliansi buruh Aceh Barat ini melibatkan diantaranya Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Aceh, FSPMI-KC Aceh Barat, SPAI Mapoli Raya, SPAI Betami, SPEE Os PLN Meulaboh, Aspek Indonesia-Aceh, Pekerja PT Mifa Bersaudara, SPSI dan mahasiswa Aceh Barat.
"Kami meminta Pemerintah Aceh Barat untuk merekomendasikan kepada Gubernur tentang peninjauan kembali Pergub UMP Aceh karena mekanisme penetapannya tidak sesuai dengan UU ketenagakerjaan,"kata orator aksi Saiful Mar di Meulaboh, Selasa.
Delapan aliansi buruh yang turut dibantu mahasiswa meneriakan lima tuntutan dihalaman kantor Bupati Aceh Barat, aksi ini dikawal aparat kepolisian serta Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayahtuh Hisbah (Sat Pol PP dan WH) Aceh Barat.
Buruh juga meminta Bupati Aceh Barat mengeluarkan rekomendasi kepada Presiden RI agar mencabut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 karena dinilai merugikan kaum buruh/pekerja dan kembalikan mekanisme kenaikan upah minimum berdasarkan hasil survey Komponen Hidup Layak (KHL).
Kemudian mendesak Pemkab Aceh Barat untuk membentuk dewan pengupahan kabupaten dan menetapkan Upah Minimum Kabupaten (UMK) serta Upah Minimum Sektoral (UMS) sesuai dengan harapan mereka.
"Buruh menolak tentang formula perhitungan upah minimum berdasarkan pada tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Kembalikan kepada mekanisme sebelumnya sesuai dengan KHL sebagaimana amanat UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,"tambah koordinator aksi Zulfahri.
Lebih lanjut buruh menuntut Pemkab Aceh Barat untuk mendesak perusahaan yang masih mengunakan pekerja kotrak sistem kerja Otsourcing, untuk diangkat sebagai pekerja tetap, terutama di BUMN dan BUMD serta perusahaan swasta.
Terakhir buruh juga meminta Pemerintah Daerah setempat melakukan pengawasan ketenagakerjaan diperusahaan secara sistematis dan konprehensif terutama terkait dengan pelaksanaan upah, K3, BPJS dan menindak tegas perusahaan yang melanggar ketentuan perundang-undangan.
"Upaya mencapai kesejahteraan bagi buruh teruatama di Aceh Barat adalah dengan meningkatnya upah dan terselengaranya program jaminan sosial, baik kesehatan, ketenagakerjaan dan pendidikan bagi anak buruh,"sebutnya.
Sementara itu Bupati Aceh Barat menyambut kedatangan buruh dan berjanji akan membawa sejumlah tuntutan bersifat nasional dalam pertemuan dengan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI).
"Ini akan coba kita bawa kepertemuan dengan APKASI nanti, bila sepakat untuk dilakukan gugatan, ya kita gugat seperti yang kami lakukan terhadap UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang peralihan wewenang pemerintah kabupaten,"tegasnya.
Dalam aksi pernyataan sikap aliansi buruh Aceh Barat ini melibatkan diantaranya Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Aceh, FSPMI-KC Aceh Barat, SPAI Mapoli Raya, SPAI Betami, SPEE Os PLN Meulaboh, Aspek Indonesia-Aceh, Pekerja PT Mifa Bersaudara, SPSI dan mahasiswa Aceh Barat.