Lhokseumawe (ANTARA Aceh) - Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Lhokseumawe Mughlisuddin menilai investasi di daerah itu masih bergantung dengan anggaran pendapatan dan belanja kota (APBK).
Di Lhokseumawe, Jumat, ia mengatakan, salah satu indikator masih tingginya ketergantungan iklim investasi dengan APBK adalah pada masa-masa tertentu perputaran ekonomi tinggi.
Sebagai contoh, pada awal tahun atau triwulan pertama, kondisi terlihat ekonomi sepi, seperti transaksi ataupun kondisi lain sebagainya. Dimana, pada kondisi tersebut, berbagai pekerjaan pemerintah belum dilakukan.
Namun apabila memasuki triwulan ketiga, berbagai transaksi akan melonjak tinggi dari biasanya, berbagai sirkulasi barang dan jasa akan terlihat pada saat itu.
Sedangkan pada kondisi realisasi APBK saat itu, sedang terjadi puncak pelaksanaan berbagai pekerjaan dan juga pencairan anggaran.
"Ini indikator bahwa investasi di Lhokseumawe, masih bergantung dari APBK. Hal itu dapat terlihat dari tinggi rendahnya transaksi atau perputaran kegiatan ekonomi pada saat-saat tertentu," ujar Mughlisuddin.
Lebih lanjut, ia mengatakan, kondisi itu terjadi karena sumber ekonomi yang berlangsung secara konstan dan kontinyu masih sangat minim di Kota Lhokseumawe.
Tidak adanya industri ataupun aktivitas perdangangan yang luas dan menyerap tenaga kerja dalam jumlah banyak, menyebabkan aktivitas ekonomi bertumpu pada APBK.
"Apabila adanya industri atau kegiatan perekonomian lainnya yang dapat menjadi pusaran ekonomi, maka tingkat ketergantungan terhadap kegiatan perekonomian tidak bergantung dengan kondisi anggaran belanja daerah setiap tahunnya," ungkap Mughlisuddin.
Oleh karena itu, agar iklim investasi ataupun pusaran ekonomi tidak harus bergantung dengan APBK, maka kehadiran aktivitas ekonomi di bidang industri dan jasa lainnya harus lebih meningkat lagi. Apabila itu terjadi, maka perputaran ekonomi akan selalu stabil setiap saat.
Di Lhokseumawe, Jumat, ia mengatakan, salah satu indikator masih tingginya ketergantungan iklim investasi dengan APBK adalah pada masa-masa tertentu perputaran ekonomi tinggi.
Sebagai contoh, pada awal tahun atau triwulan pertama, kondisi terlihat ekonomi sepi, seperti transaksi ataupun kondisi lain sebagainya. Dimana, pada kondisi tersebut, berbagai pekerjaan pemerintah belum dilakukan.
Namun apabila memasuki triwulan ketiga, berbagai transaksi akan melonjak tinggi dari biasanya, berbagai sirkulasi barang dan jasa akan terlihat pada saat itu.
Sedangkan pada kondisi realisasi APBK saat itu, sedang terjadi puncak pelaksanaan berbagai pekerjaan dan juga pencairan anggaran.
"Ini indikator bahwa investasi di Lhokseumawe, masih bergantung dari APBK. Hal itu dapat terlihat dari tinggi rendahnya transaksi atau perputaran kegiatan ekonomi pada saat-saat tertentu," ujar Mughlisuddin.
Lebih lanjut, ia mengatakan, kondisi itu terjadi karena sumber ekonomi yang berlangsung secara konstan dan kontinyu masih sangat minim di Kota Lhokseumawe.
Tidak adanya industri ataupun aktivitas perdangangan yang luas dan menyerap tenaga kerja dalam jumlah banyak, menyebabkan aktivitas ekonomi bertumpu pada APBK.
"Apabila adanya industri atau kegiatan perekonomian lainnya yang dapat menjadi pusaran ekonomi, maka tingkat ketergantungan terhadap kegiatan perekonomian tidak bergantung dengan kondisi anggaran belanja daerah setiap tahunnya," ungkap Mughlisuddin.
Oleh karena itu, agar iklim investasi ataupun pusaran ekonomi tidak harus bergantung dengan APBK, maka kehadiran aktivitas ekonomi di bidang industri dan jasa lainnya harus lebih meningkat lagi. Apabila itu terjadi, maka perputaran ekonomi akan selalu stabil setiap saat.