Selama ini warung kopi di Banda Aceh selalu penuh dari siang hingga malam. Namun, ketika didatangi petugas untuk memungut pajak, maka seolah-olah pajak yang diminta berasal dari pendapatan usaha itu.
“Padahal itu adalah uang milik masyarakat yang dipungut oleh pengelola dan seharusnya disetor ke kas daerah. Ini adalah bentuk kesalahpahaman yang paling umum terjadi selama ini,” ujarnya.
Untuk itu, Amiruddin menambahkan, apabila masyarakat patuh maka pajak pendapatan Banda Aceh akan melampaui target, dan maka masyarakat juga yang akan merasakan dampak manfaat.
Menurut dia, dana hasil pajak itu akan mengalir ke gampong atau desa dalam bentuk Dana Bagi Hasil (DBH) pajak dan retribusi, bantuan sosial, pemberdayaan ekonomi, hingga infrastruktur.
“Uang ini juga dapat kita alokasikan untuk penanganan stunting seperti pemberian makanan bergizi bagi ibu hamil dan balita,” ujarnya.
Amiruddin berharap setiap cafe, restoran, rumah makan, warung kopi, hingga hotel di Banda Aceh dapat memungut pajak 10 persen dari nilai transaksi lalu menyetorkan ke kas daerah.
“Dengan demikian, kemandirian keuangan daerah seperti yang kita cita-citakan dapat terwujud demi kesejahteraan seluruh warga Kota Banda Aceh,” ujarnya.
Baca juga: Kejari Lhokseumawe temukan indikasi korupsi penggelapan pajak Rp3,4 miliar terkait penerangan jalan