Banda Aceh (ANTARA) - Nelson Mandela, tokoh terkenal dari Afrika Selatan dan pejuang anti-apartheid, tumbuh di masa ketika rasisme dan diskriminasi rasial mencengkram negerinya. Rezim apartheid memisahkan warga kulit putih dan berwarna secara rasial, memberikan hak-hak istimewa hanya pada orang kulit putih dan membatasi hak orang non-putih, termasuk Mandela.
Namun, Mandela tidak tinggal diam melihat ketidakadilan itu. Mandela muda menjadi seorang pengacara dan bergabung dengan Kongres Nasional Afrika (ANC) untuk berjuang mengakhiri sistem apartheid. Mandela menyadari pentingnya persatuan dan mengajak semua warga Afrika Selatan tanpa memandang ras untuk bersatu dalam mencari keadilan dan persamaan hak.
Mandela muda yang kharismatik, berhasil menginspirasi jutaan orang untuk mendukung perjuangan kaumnya. Namun, perjuangan itu membawanya kepada harga yang mahal. Pada 1962, ia ditangkap dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup karena dianggap subversif oleh pemerintah apartheid. Mandela dipenjara selama 27 tahun.
Baca juga: Kisah inspiratif, Perempuan tangguh perkuat ekonomi keluarga
Dari balik jeruji penjara, Mandela tetap berusaha mengilhami rekan-rekan seperjuangannya. Ia memimpin gerakan perlawanan dari dalam bui lewat tulisan dan kata-katanya yang menjadi sumber inspirasi bagi kaumnya untuk memperjuangkan kesetaraan hak.
Pada 1990, setelah hampir tiga dekade dipenjara, Mandela akhirnya dibebaskan. Tidak ada dendam di hatinya, dia memilih jalur perdamaian dan rekonsiliasi. Dalam pidatonya yang terkenal di hadapan Parlemen Afrika Selatan ia berkata:
"Ketika saya meninggalkan penjara, pikiran dan perasaan saya bebas dari kemarahan dan kebencian. Saya mengetahui bahwa untuk membawa perdamaian dan kesetaraan, kita harus melupakan masa lalu yang buruk dan bekerja bersama untuk masa depan yang lebih baik."
Baca juga: Strategi Mudah Menjaga Kesehatan Mental, Rekomendasi Ahli Psikologi