Banda Aceh (ANTARA) - Pemerintah Aceh melalui Badan Penghubung Pemerintah Aceh (BPPA) memulangkan tujuh warga Aceh yang batal terbang ke Dubai setelah diduga menjadi korban human trafficking (perdagangan manusia).
"Ketujuh pemuda Aceh tersebut awalnya hendak berangkat ke Dubai, namun terkendala dengan kurangnya dokumen seperti surat izin dari perusahaan yang akan memberangkatkan mereka," kata Kepala BPPA Almuniza Kamal yang dihubungi dari Banda Aceh, Senin.
Almuniza mengatakan, berdasarkan informasi yang diterima, ketujuh pemuda Aceh ini akan diberangkatkan ke Dubai, melalui perusahaan China Energy Engineering Corporation atau Energy China (CEEC).
Namun, setiba di Bandara Soekarno Hatta, ketujuh pemuda Aceh ini ditahan oleh pihak imigrasi lantaran tiket yang mereka gunakan bukan tiket pekerja, melainkan tiket pelancong.
"Saat itu, oleh otoritas bandara, mereka ditahan dan dialihkan ke Polres terdekat untuk diinterogasi pihak berwajib. Usut punya usut, mereka disebut sebagai korban human trafficking," ujarnya.
Setelah itu, kata Almuniza, BPPA dengan bantuan berbagai pihak melakukan penelusuran keberadaan, dan diketahui saat ini ketujuh pemuda Aceh tersebut berada di asrama Fund Oentuek Bantuan Aceh (FOBA), Jakarta.
Agar kejadian ini tidak berulang, Almuniza berpesan agar pemuda Aceh jeli dan jangan sampai menjadi pihak yang dirugikan atas kepentingan orang lain. Apalagi, pemuda memiliki skill pada bidangnya masing-masing, seperti pengelasan dan perbaikan alat elektronik, termasuk service handphone.
Sementara itu, Ketua FOBA Firdaus mengatakan, tujuh pemuda Aceh tersebut saat ini berada di Asrama FOBA.
"Insyaallah, besok BPPA akan membawa pulang ketujuh pemuda ini ke Aceh, menggunakan Bus Putra Pelangi pukul 14.00 WIB," kata Firdaus.
Firdaus juga mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Aceh karena langsung merespon dengan cepat langkah konkrit yang dapat ditempuh, salah satunya dengan segera memulangkan mereka.
Kemudian, salah satu pemuda Aceh yang batal ke Dubai Rasyidin (28) menjelaskan bahwa awalnya mereka akan bekerja di Dubai di salah satu perusahaan China.
"Perusahaan ini ada di Aceh, tepatnya di Nagan Raya. Kita sudah ada di Jakarta sejak tanggal 13 menunggu penerbangan," kata Rasyidin.
Namun, tambah dia. Saat tiba di bandara, pihaknya malah ditahan karena kekurangan kelengkapan dokumen, seperti surat izin kerja.
"Kita juga baru paham kalau sebenarnya tiket yang diberikan kepada kami adalah tiket pelancong, bukan tiket pekerja," ujarnya.
Meski sempat ditahan oleh pihak Polres bandara, dan juga dibawa ke Dinas Sosial, namun sejauh ini semua permasalahan sudah selesai.
Rasyidin juga menjelaskan, jumlah total para pekerja yang akan berangkat ke Dubai tersebut adalah 29 orang dengan rincian 24 berasal dari Aceh, dan lima orang dari Sumatera Utara (Sumut).
"Lima orang dari Sumut juga mengundurkan diri, termasuk kami tujuh orang. Kemudian ditambah satu warga Aceh lainnya yang sudah duluan pulang secara mandiri. Selebihnya adalah 16 orang lainnya tetap dengan rencana awal," kata Rasyidin.
Rasyidin mengaku bahwa mereka membatalkan diri untuk terbang ke Dubai dan memutuskan untuk pulang ke Aceh karena dari awal takut ini adalah praktik perdagangan manusia.
Berikut enam pemuda Aceh lainnya yang akan segera dipulangkan ke Aceh.
Heri Mukti (35), warga Meunasah Mee, Kecamatan Matangkuli, Kabupaten Aceh Utara.
Zulfahmi, (27) warga Lapang, Kecamatan Matangkuli, Kabupaten Aceh Utara.
Syafari (31), warga Tumpok Teungoh, Banda Sakti, Kota Lhoksumawe.
Mulyadi (28), warga Banda Sakti, Kota Lhokseumawe.
L Rajab Kana, (34) warga Cibrek Baroh, Kecamatan Syamtalira Aron, Kabupaten Aceh Utara, dan
Muhammad Ikram, (27) warga Meurah Mulia, Kecamatan Banda Sakti, Kota Lhokseumawe.