"Perusahaan transnasional yang ada di Indonesia hampir semua hanya membangun pabrik atau unit produksi, sementara kegiatan penelitian dan pengembangan tetap dilakukan di negara asalnya karena Indonesia tidak tersedia peneliti lokal berkelas dunia," katanya di Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat, Sabtu.
Hal itu disampaikan dalam orasi ilmiah pada acara Dies Natalies ke- 1 UTU Meulaboh bertajuk "Membangun Budaya Akademik dan Riset Menuju Perguruan Tinggi Bermutu". Turut dihadiri Gubernur Aceh Zaini Abdullah dan unsur muspida barat selatan Aceh.
Jelasnya, publikasi terindeks scopus tertinggi di Indonesia adalah pada Institut Pertanian Bogor (ITB) sebanyak 4.157 per Februari 2015, dibandingkan dengan Universitas Malaysia sebanyak 24.857 dan National University Of Singapure sebanyak 82.025.
"Misal, dalam hal energi baru dan terbarukan yang disebut fuel cell angka-angka pemilik paten sudah memberi info dalam 10 tahun ke depan siapa yang menuai keuntungan ekonomi. Karenanya UTU bersama 121 PTN lainya kita harapkan mampu berproduktivitas riset berkelas dunia,"imbuhnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, budaya akademik belum sepenuhnya terbentuk dengan kokoh di PT seluruh Indonesia, karenanya produktivitas riset kelas dunianya terhadap publikasi di jurnal masih amat rendah.
Akibat dari itu belum ada perusahaan multinasional yang bersedia membuka pusat riset dan pengembangannya di Indonesia karena dinilai tidak cukup memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas peneliti kelas dunia.
Karenanya Menristek Dikti M Nasir memintakan kepada rektorat UTU Meulaboh mengawali pembangunan dengan membangun budaya akademik berbasis riset sejak dari awal, sehingga UTU mampu bersanding dengan PTN lain di Indonesia.
"Melalui kerja sama dengan dengan pemerintah daerah di wilayah Aceh Barat dan sekitarnya, artinya butuh dukungan semua kepala daerah di barsela ini mendukung UTU untuk dapat merumuskan permasalahan lokal riil yang pemecahannya memerlukan riset mendalam,"katanya menambahkan.