Meulaboh (ANTARA Aceh) - Perwakilan warga delapan desa, Kecamatan Bubon, Kabupaten Aceh Barat, mendatangi DPRK mengadukan kondisi kerusakan lingkungan, sehingga menyebabkan matinya biota sungai yang diduga akibat limbah buangan salah satu perusahaan kelapa sawit.
Sudirman, tokoh masyarakat Bubon di Meulaboh, Senin mengatakan kondisi matinya biota Krueng (sungai) Bubon seperti ikan dan udang karena di sebagian titik daerah aliran sungai (DAS) ditemukan air berwarna keruh kehitaman serta mengeluarkan bau tak sedap serta berminyak.
"Dalam setahun perusahaan tiga kali membuang limbah ke sungai, selama ini tidak begitu berdampak, tapi karena kondisi air sungai mengering sebab musim kemarau ikan udang mati, air berubah kehitaman dan berbau," katanya dalam konferensi pers.
Mulai dari salah satu parit perusahaan perkebunan PT KTS di Padang Sikabu, Kecamatan Bubon terdapat sungai mengalir sampai ke muara sungai di Kecamatan Sama Tiga yang melintasi puluhan desa terhubung langsung dengan sungai.
Delapan gampong (desa) yang sudah terkena dampak langsung dari kerusakan lingkungan tersebut seperti Gampong Peulante, Blang Sibeutong, Cot Lada, Suak Pangkat, Cot Keumuneng, Liceh, Seuneubok Trab dan Gampong Ule Blang.
"Sebagian warga saat ini sudah gatal-gatal karena selama ini mengkonsumsi air sungai begitu juga tempat ibadah yang memanfaatkan untuk wudhu. Kita berharap dapat segera ditangani sebelum kerusakan semakin luas karena ada informasi juga kejadian ini dirasakan oleh kecamatan lain," tegasnya.
Sementara itu, tim panitia khusus (pansus) DPRK Aceh Barat turun ke lokasi melakukan peninjauan bersama eksekutif di beberapa titik sample ditemukanya biota sungai mati dan mabuk diduga akibat buangan limbah perusahaan pengolah minyak mentah.
Pihak pemerintah daerah juga masih melakukan pengujian laboratorium kondisi air yang dilaporkan warga tercemar membuat biota sungai mati dan pingsan, pemda belum dapat memastikan kejadian tersebut akibat limbah atau diracun.
Secara terpisah Managemen PT KTS yang diwawancarai sebelumnya menegaskan untuk menyelesaikan konflik sosial masyarakat ini pihaknya juga ikut berpartisipasi memeriksa air di kawasan ring-I (satu) Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan perkebunan melibatkan sejumlah pihak.
"Beberapa titik yang kami turun sudah kita ambil sample air untuk pemeriksaan uji lab di Banda Aceh. Tapi kalau persoalan limbah sawit kami dapat pastikan bahwa pabrik KTS tidak membuang limbah ke sungai," kata pimpinan PT KTS Prihadi.
Selain itu pihak perusahaan juga menyediakan sembilan unit sumur pemantau untuk melihat per enam bulan satu kali pemeriksaan kadar air berada diseputar perusahaan, agar kadar air tidak mencapai ambang batas 5.000 Biological Oxygen Demand (Bod).
Sudirman, tokoh masyarakat Bubon di Meulaboh, Senin mengatakan kondisi matinya biota Krueng (sungai) Bubon seperti ikan dan udang karena di sebagian titik daerah aliran sungai (DAS) ditemukan air berwarna keruh kehitaman serta mengeluarkan bau tak sedap serta berminyak.
"Dalam setahun perusahaan tiga kali membuang limbah ke sungai, selama ini tidak begitu berdampak, tapi karena kondisi air sungai mengering sebab musim kemarau ikan udang mati, air berubah kehitaman dan berbau," katanya dalam konferensi pers.
Mulai dari salah satu parit perusahaan perkebunan PT KTS di Padang Sikabu, Kecamatan Bubon terdapat sungai mengalir sampai ke muara sungai di Kecamatan Sama Tiga yang melintasi puluhan desa terhubung langsung dengan sungai.
Delapan gampong (desa) yang sudah terkena dampak langsung dari kerusakan lingkungan tersebut seperti Gampong Peulante, Blang Sibeutong, Cot Lada, Suak Pangkat, Cot Keumuneng, Liceh, Seuneubok Trab dan Gampong Ule Blang.
"Sebagian warga saat ini sudah gatal-gatal karena selama ini mengkonsumsi air sungai begitu juga tempat ibadah yang memanfaatkan untuk wudhu. Kita berharap dapat segera ditangani sebelum kerusakan semakin luas karena ada informasi juga kejadian ini dirasakan oleh kecamatan lain," tegasnya.
Sementara itu, tim panitia khusus (pansus) DPRK Aceh Barat turun ke lokasi melakukan peninjauan bersama eksekutif di beberapa titik sample ditemukanya biota sungai mati dan mabuk diduga akibat buangan limbah perusahaan pengolah minyak mentah.
Pihak pemerintah daerah juga masih melakukan pengujian laboratorium kondisi air yang dilaporkan warga tercemar membuat biota sungai mati dan pingsan, pemda belum dapat memastikan kejadian tersebut akibat limbah atau diracun.
Secara terpisah Managemen PT KTS yang diwawancarai sebelumnya menegaskan untuk menyelesaikan konflik sosial masyarakat ini pihaknya juga ikut berpartisipasi memeriksa air di kawasan ring-I (satu) Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan perkebunan melibatkan sejumlah pihak.
"Beberapa titik yang kami turun sudah kita ambil sample air untuk pemeriksaan uji lab di Banda Aceh. Tapi kalau persoalan limbah sawit kami dapat pastikan bahwa pabrik KTS tidak membuang limbah ke sungai," kata pimpinan PT KTS Prihadi.
Selain itu pihak perusahaan juga menyediakan sembilan unit sumur pemantau untuk melihat per enam bulan satu kali pemeriksaan kadar air berada diseputar perusahaan, agar kadar air tidak mencapai ambang batas 5.000 Biological Oxygen Demand (Bod).