Banda Aceh (ANTARA) - Wali Nanggroe Aceh Malik Mahmud Al Haytar menyatakan bahwa hutan Aceh terus mengalami kegundulan dalam kurun waktu lima tahun terakhir yakni lebih kurang mencapai 10 ribu hektare per tahun.
“Melalui analisis dan informasi dari berbagai sumber, hutan Aceh mengalami deforestasi tidak kurang dari 10 ribu hektare per tahun selama waktu lima tahun terakhir,” kata Malik Mahmud, di Banda Aceh, Sabtu.
Malik menyampaikan, deforestasi tersebut tidak hanya disebabkan karena maraknya illegal logging, melainkan juga akibat bencana alam dan okupasi masyarakat yang membuka lahan perkebunan di kawasan hutan.
Bahkan, kata Malik, berdasarkan temuan terakhir yang didapatkan dirinya, saat ini masih banyak kegiatan penambangan tanpa izin (PETI) yang beroperasi dalam kawasan hutan Aceh.
“Aktivitas itu kita diduga menjadi salah satu penyebab utama banjir, longsor dan kebakaran yang sudah menjadi trend dalam beberapa tahun terakhir di Aceh," ujarnya.
Malik menuturkan, saat ini pengelolaan kawasan hutan lindung (KHL) yang ditetapkan berdasarkan hasil skoring Kementerian LHK ternyata juga belum optimal dalam menjaga hutan.
Padahal, hutan lindung seharusnya mampu memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat, dibandingkan dengan kawasan hutan produksi yang ada, yaitu melalui pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK).
Malik menyebutkan, berdasarkan data KLHK selama lima tahun terakhir, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) melalui pemanfaatan hutan Aceh lebih kurang mencapai Rp2 miliar per tahun, dan menempatkan Aceh pada urutan 10 terendah.
"Nilai itu sangat kecil dibandingkan luas kawasan hutan yang telah ditetapkan pengelolanya. Maka ini menjadi salah satu bukti tidak maksimalnya pemanfaatan hutan bagi masyarakat sekitar kawasan," katanya.
Dalam kesempatan ini, Wali Nanggroe juga menyampaikan bahwa sudah ada tiga perusahaan yang telah dicabut izin konsesi nya oleh BKPM Pusat karena dinilai telah menelantarkan lahan dengan total 130.634 hektare.
Adapun izin yang dicabut tersebut yakni milik PT Rimba Penyangga Utama seluas 6.150 hektare, PT Aceh Inti Timber seluas 80.084 hektare, dan PT Lamuri Timber seluas 44.400 hektare.
“Karena itu, sebagai upaya pemulihan kerusakan, kami telah menyusun konsep pengelolaan sumber daya hutan yang berkelanjutan demi rakyat dan perdamaian Aceh,” demikian Malik Mahmud.