Banda Aceh (ANTARA) - Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Bireuen, Aceh, menyatakan sudah memeriksa 46 orang saksi dalam mengusut dugaan tindak pidana korupsi penyertaan modal Pemerintah Kabupaten Bireuen pada Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) Kota Juang.
"Sebanyak 46 saksi sudah diperiksa dan dimintai keterangan. Penyidik terus bekerja mengumpulkan keterangan saksi dan mencari alat bukti," kata Kepala Kejari Bireuen Munawal Hadi di Banda Aceh, Jumat.
Munawal mengatakan puluhan saksi yang dimintai keterangan tersebut di antaranya pihak terkait dari Pemerintah Kabupaten Bireuen. Termasuk mantan Bupati Bireuen Muzakar 2020-2022 selaku penanggung jawab Tim Anggaran Pemerintah Kabupaten (TAPK) Bireuen.
"Dari pihak terkait di Pemerintah Kabupaten Bireuen yang mintai keterangan sebanyak 28 orang. Kemudian, dari pihak BPRS ada delapan orang serta 10 orang dari debitur BPRS," kata mantan Kepala Bagian Tata Kejaksaan Tinggi Jambi.
Baca juga: Kejari periksa mantan Bupati Bireuen terkait korupsi BPRS
Terkait kerugian negara, Munawal mengatakan penyidik masih menunggu perhitungan kerugian negara dari Inspektorat Provinsi Aceh. Begitu juga dengan penetapan tersangka, juga masih menunggu hasil perhitungan kerugian negara.
"Penyidik juga masih menunggu keterangan ahli dan perhitungan kerugian negara. Setelah itu ada, penyidik segera menetapkan siapa saja tersangka. Jadi, penyidik masih bekerja menuntaskan pengusutan kasus tersebut," kata Munawal Hadi.
Sebelumnya, Pemerintah Kabupaten Bireuen mengalokasikan dana untuk penyertaan modal di BPRS Kota Juang pada tahun anggaran 2019 sebesar Rp1 miliar dan tahun anggaran 2021 Rp500 juta.
Berdasarkan hasil penyelidikan dan penyidikan, kata Munawal, diduga ada permainan dari awal hingga pelaksanaan penyertaan modal di bank tersebut, sehingga patut diduga menimbulkan kerugian negara.
"Selain itu, juga ditemukan dalam proses penyertaan modal tidak tertib administrasi. Di mana seharusnya ada beberapa surat yang harus dipenuhi, namun syarat tersebut tidak pernah dipenuhi," katanya.
Menurut Munawal Hadi, syarat yang tidak dipenuhi tersebut mulai dari penyusun hingga pelaksanaan anggaran. Dalam pelaksanaan anggaran oleh BPRS, juga tidak menerapkan prinsip kehati-hatian, seperti pembiayaan yang menyebabkan bank tersebut mengalami kerugian.
"Dana penyertaan modal pemerintah daerah tersebut merupakan uang negara, yang semestinya dikelola dengan prinsip kehati-hatian. Dalam pengelolaannya, penyidik menemukan uang negara tersebut diperuntukkan tidak sesuai mekanisme," kata Munawal Hadi.
Baca juga: Kejari Bireuen Aceh usut dugaan korupsi penyertaan modal BPRS