Meulaboh (ANTARA) - Kepala Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Resor Meulaboh Satirin menyebutkan maraknya konflik antara manusia dan gajah di daerah itu terjadi akibat maraknya aktivitas manusia di hutan.
“Konflik ini (gajah dan manusia) terjadi karena banyak kegiatan di hutan, seperti pembukaan lahan, pencarian emas, dan kegiatan lain di hutan,” kata Satirin di Meulaboh, Aceh, Kamis.
Ia menyebutkan, peristiwa gangguan gajah seperti yang sering ditemukan seperti kasus gajah masuk antar kampung di Kabupaten Aceh Barat, terjadi karena gajah yang selama ini habitat nya di hutan telah kehilangan sumber makanan.
Baca juga: BKSDA kerahkan tim atasi gangguan gajah di Pante Ceureumen
Akibatnya, gajah harus mencari sumber makanan baru karena habitat nya di hutan telah berubah menjadi lahan perkebunan masyarakat, atau adanya aktivitas penambangan di hutan.
Saat gajah menemukan sumber makanannya dan ternyata makanan tersebut merupakan hasil kebun masyarakat, hal inilah yang kemudian menyebabkan terjadinya konflik antara manusia dan gajah.
Satirin mengatakan selama ini pihaknya sering menemukan kasus gajah masuk ke kebun atau pemukiman warga di Aceh Barat, karena gajah telah kehilangan sumber makanannya.
Sebagai salah satu solusi mengatasi konflik tersebut, pihaknya hanya bisa melakukan upaya pencegahan agar satwa gajah tidak lagi turun ke pemukiman masyarakat, seperti membakar mercon atau upaya lain.
Meski sering dilakukan pengusiran, namun tetap saja kawanan gajah akan turun ke lokasi perkebunan masyarakat, karena areal hutan yang selama ini menjadi habitat nya telah beralih fungsi menjadi lahan lain yang bukan hutan.
Untuk itu, pihaknya berharap ada solusi konkret dari pemangku kebijakan agar konflik manusia dan gajah dapat diatasi.
“Selama gajah butuh makanan mereka pasti akan mencari sumber makanan di daerah yang selama ini menjadi habitat nya,” demikian Satirin.
Baca juga: BKSDA atasi gangguan gajah di Sungai Mas Aceh Barat pakai mercon