Banda Aceh (ANTARA) - Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut mantan Bupati Aceh Tamiang Musril, yang menjadi terdakwa tindak pidana korupsi pertanahan, dengan hukuman tujuh tahun enam bulan penjara.
Tuntutan tersebut dibacakan JPU Agussalim Harahap dan kawan-kawan dari Kejaksaan Negeri Aceh Tamiang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh di Banda Aceh, Kamis (1/2).
Sidang dengan majelis hakim diketuai Hamzah Sulaiman serta didampingi R Deddy dan Ani Hartati, masing-masing sebagai hakim anggota. Terdakwa Mursil yang menjabat Bupati Aceh Tamiang periode 2017-2022 hadir ke persidangan didampingi tim penasihat hukumnya.
Selain pidana penjara, JPU menuntut terdakwa Mursil membayar denda Rp500 juta subsidair enam bulan penjara. Serta membayar uang pengganti kerugian negara Rp90 juta. Apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti kerugian negara, maka dipidana tiga tahun enam bulan penjara.
Baca juga: JPU tolak eksepsi eks Bupati Aceh Tamiang dalam perkara korupsi
JPU menyatakan terdakwa Mursil pada 2009 menjabat sebagai Kepala Badan Pertanahan Negara (BPN) Kabupaten Aceh Tamiang. Terdakwa menerbitkan sertifikat tanah eks hak guna usaha (HGU) perkebunan sawit PT Desa Jaya. Izin HGU tersebut berakhir pada 1988 dan tidak pernah diperpanjang hingga sekarang.
"Artinya, tanah HGU tersebut merupakan tanah negara. Selang beberapa waktu kemudian, Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang melakukan ganti rugi atas tanah tersebut dengan nilai Rp6,4 miliar," kata JPU.
Berdasarkan fakta di persidangan, terdakwa menerima uang Rp90 juta dari saksi Tengku Rusli yang juga dituntut dalam berkas perkara terpisah untuk penerbitan enam sertifikat tanah di lahan eks HGU tersebut.
"Atas perbuatannya, terdakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagai mana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi," kata JPU.
Selain menuntut terdakwa Mursil, JPU juga menuntut dua terdakwa lainnya dalam perkara yang sama yakni Tengku Yusni dengan hukuman 10 tahun enam bulan penjara serta terdakwa Tengku Rusli dengan hukuman sembilan tahun enam bulan penjara.
Selain pidana penjara, JPU juga menuntut terdakwa Tengku Yusni membayar denda Rp500 juta subsidair enam bulan penjara. Serta membayar uang pengganti kerugian perekonomian negara Rp7,9 miliar. Apabila tidak membayar maka dipidana lima tahun tiga bulan penjara.
Sedangkan untuk terdakwa Tengku Rusli, JPU membayar denda Rp500 juta subsidair enam bulan penjara. Serta uang pengganti kerugian negara Rp5,4 miliar. Apabila terdakwa tidak membayar, maka dipidana empat tahun sembilan bulan.
Berdasarkan fakta di persidangan, kata JPU, kedua terdakwa menguasai tanah negara yang izin HGU sudah berakhir sejak 1988. Luas lahan eks HGU tersebut yang pertama mencapai 885,65 hektare dan lahan kedua dengan luas 1.658 hektare. Kedua lahan tersebut berada di Kabupaten Aceh Tamiang.
"Keuntungan dari penguasaan tanah negara yang dijadikan perkebunan sawit tersebut menyebabkan kerugian perekonomian negara mencapai Rp7,9 miliar dan Rp5,4 miliar," kata JPU.
Usai mendengar tuntutan JPU, majelis hakim melanjutkan persidangan hingga pekan depan dengan agenda mendengarkan nota pembelaan para terdakwa.
Baca juga: Mantan Bupati Aceh Tamiang didakwa rugikan negara Rp6,4 miliar di kasus pertanahan
Mantan Bupati Aceh Tamiang dituntut tujuh tahun enam bulan penjara
Kamis, 1 Februari 2024 22:38 WIB