Blangpidie, Aceh (ANTARA) - Tim Kejaksaan Negeri Aceh Barat Daya (Abdya) mulai melakukan pemanggilan saksi untuk dimintai keterangan terkait kasus dugaan korupsi dana perjalanan dinas di DPRK setempat.
"Benar, tahap penyelidikan sekarang. Jika proses meteril memenuhi syarat baru kita tingkatkan ke penyidikan," kata Kajari Abdya, Abdur Kadir di Blangpidie, Selasa.
Kejari Abdur Kadir menyampaikan hal tersebut ketika menjawab sejumlah wartawan yang menanyakan kelanjutan kasus dugaan SPPD fiktif di DPRK Abdya anggaran 2017.
Kata Abdur Kadir, tim Kejaksaan saat ini mulai melakukan pemanggilan saksi-saksi untuk dimintai keterangan, mulai sekretaris dewan ditambah beberapa anggota DPRK Abdya.
"Nanti ditentukan disitu. Apakah memenuhi syarat untuk ditingkatkan ke tahap penyidikan. Apa tidak. (Lagipula) penyelidikan ini kan baru mulai," katanya menambahkan.
"Untuk kelanjutannya nanti tim jaksa expose beritahukan hasilnya ke saya. Jadi, sekarang baru sebatas itu," ujarnya.
Kasus dugaan SPPD fiktif di lembaga DPRK Abdya tahun 2017 tersebut disinyalir merugikan keuangan negara sebesar Rp1 miliar lebih dan awalnya diketahui dari hasil audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI tahun 2018.
Kemudian pada tahun 2019, kasus tersebut ditangani tim Kejaksaan dan menurut informasi sejumlah anggota DPRK mulai mengembalikan dana tersebut ke kas daerah setempat.
Sebelumnya Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) mengingatkan pihak Kejaksaan agar tidak sembarangan mengeluarkan dikresi (kebijakan) terhadap anggota legilsatif yang telah mengembalikan anggaran SPPD tersebut sebelum mengkaji dasar hukumnya.
"Inisiatif pengembalian temuan merupakan etikad baik, namun perlu kami tegaskan pihak Kejari Abdya hati-hati dalam mengkaji dasar hukum terutama pasal 4 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 jo UU nomor 20 tahun 2001," kata pengacara YARA perwakilan Abdya, Erisman.
Erisman juga menegaskan pemberantasan tindak pidana korupsi jangan berasumsi pada etikad baik yang mengembalikan kerugian keuangan negara sebelum dimulainya penyidikan diangap mengahapus tindak pidana.
"Artinya bila unsur-unsur melawan hukum terpenuhi yang bersangkutan (anggota dewan) harus mempertanggungjawabkan perbuatannya dihadapan hakim dipengadilan," katanya.