"Tidak adanya pasar ataupun pihak yang menampung produksi kacang kuning (kedelai) petani, itu salah satu kendala pengembangan komoditi ini, terutama Perum Bulog yang kita harapkan menampung ternyata juga tidak bersedia,"kata Kepala Bidang Penyuluhan pada Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP4K) Kabupaten Aceh Barat T Azhari di Meulaboh, Kamis.
Pernyataan tersebut disampaikan menyikapi keluhan petani palawija kedelai di beberapa kawasan sentra produksi yang selama ini bercocok tanam dengan harapan menambah pendapatan ekonomi keluarga, di samping kerja rutin sebagai petani tanaman padi.
Azhari menyampaikan, pada panen akhir 2015, empat kelompok tani berhasil memproduksi kedelai rata-rata 1,2 ton/hektar sampai 1,5 ton/hektar dalam area lahan seluas 50 hektare, namun setelah dipanen para petani Kedalai nyaris merugi karena tidak ada yang membeli.
Beruntung, dari pihak penyuluh segera menyahuti mencarikan penampung dari luar Aceh Barat yang bersedia membeli meskipun dengan harga tampung Rp6.800 sampai Rp7.000 per kilogram sehingga produksi petani tidak sia-sia.
"Dalam rapat Dewan Ketahanan Pangan di BP4K, mereka (Bulog) bilang komoditi kedelai juga ditampung, tapi kenyataanya petani merasa dirugikan ketika sudah bersemangat berkerja tapi akhirnya tidak ada yang mau,"jelasnya.
Azhari menyampaikan, Pemerintah Kabupaten Aceh Barat atas izin kepala daerah masih konsen mengembangkan komoditi tersebut pada waktu tertentu yakni setelah panen padi musim gaduh petani langsung bercocok tanam kedelai.
Petanipun menyambut kebijakan tersebut dengan baik, dalam rentang waktu panen gaduh sebelum memasuki musim tanam rendengan, sebagian petani yang memiliki area sawah di kawasan dataran tinggi menanam kedelai, berharap menjadi pendapatan tambahan keluarga.
"Kedelai tidak begitu banyak, namun hampir disetiap kecamatan ada pengembangannya, tapi itu nanti di musim gaduh, kalau sekarangpun kita tidak menganjurkan, karena sekarang masih musim peghujan dan padi belum panen,"jelasnya.
Sebutnya, pada program 2016, Pemkab Aceh Barat sudah merencanakan pengembangan komoditi tersebut pada tiga kecamatan sentra produksi dengan luas pembibitan 1.000 hektar, kemudian jagung dengan luas 1.700 hektar.
Sementara itu Kepala Sub Divre Perum Bulog Meulaboh, Hardiman Hasan yang dikonfirmasi mengakui kondisi tersebut karena pihaknya belum memiliki petunjuk langsung untuk menampung produksi petani selain beras.
"Kita tidak pernah menolak, hanya saja untuk penugasan Bulog Meulaboh kepada kami saat ini hanya membeli beras, apakah nanti akan memegang beberapa bahan pokok lain, tentu kita akan menungu perintah dari pusat atau Banda Aceh,"sebutnya.
Hardiman menjelaskan, pada prinsipnya Bulog Meulaboh tetap mengacu pada komando atas terkait dengan penempatan kerja, meskipun sudah mendengar adanya tambahan tugas pada Bulog secara umum, tapi perintah langsung itu belum sampai padanya.
Sementara ini kata dia, masih mengacu pada tugas hanya membeli beras seperti yang sudah berjalan, pada saat musim panen dengan bersinergi dengan mitra kerja serta kelompok tani, termasuk rencana pembelian pada panen 2016 ini.