Ia menjelaskan bahwa offshore atau industri lepas pantai tersebut sudah dipastikan membutuhkan fasilitas darat untuk mendukung kegiatan lepas pantai yakni shorebase, yang berfungsi sebagai terminal untuk konektivitas aktivitas dan produksi.
“Shorebase ini mutlak harus memiliki pelabuhan laut sesuai standar kargo internasional,” ujarnya.
Dalam hal ini, lanjut dia, keberadaan Sabang sebagai kawasan strategis yang berperan menghubungkan seluruh aktivitas di wilayah offshore Aceh sudah sangat memenuhi syarat. Apalagi mengingat ada rencana besar Indonesia untuk mengeksplorasi sumber migas yang di kawasan lepas pantai Aceh.
“Karena itu, membahas kesiapan Sabang sebagai pusat konektivitas migas Aceh tentu harus kita persiapkan sejak dini,” ujarnya.
Deputi Operasi BPMA Edy Kurniawan menilai Sabang FTZ sangat cocok untuk dijadikan shorebase dalam mendukung industri migas yang berkelanjutan di Aceh. Pelabuhan yang terdapat di Sabang FTZ pada dasarnya telah memenuhi persyaratan minimum untuk menjadi shorebase.
Keberadaan SKK Migas dalam acara ini memberikan nilai tambah yang signifikan, mengingat SKK Migas merupakan regulator utama di sektor hulu migas di Indonesia, ujarnya.
Sementara itu, Plt Kepala BPKS Marthunis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi pada pertemuan kolaborasi tersebut dalam merumuskan langkah strategis mendorong pengembangan zona perdagangan bebas Sabang.
Pertemuan kolaborasi antara Pemerintah Aceh, BPKS, para operator pelabuhan dan perusahaan minyak dan gas itu berhasil mengidentifikasi peluang dan tantangan untuk menjadikan pelabuhan Sabang sebagai pusat logistik untuk industri hulu migas di Aceh.
"Kami percaya melalui pertemuan kolaboratif ini, kita dapat merumuskan langkah strategis untuk mendorong perkembangan kawasan Sabang sebagai pusat dukungan offshore yang efektif dan berkelanjutan untuk industri hulu migas di Aceh,” ujarnya.
Baca juga: KKP lanjutkan pembangunan sentra perikanan terpadu di Kota Sabang