Darius menuturkan, kondisi sosial yang terjadi di Lhokseumawe hari ini mengharuskan adanya upaya mitigasi bencana sosial guna mencegah tidak terjadinya gangguan keamanan dan kecelakaan lalu lintas seperti beberapa tahun terakhir.
Berdasarkan catatan pengalaman beberapa tahun terakhir, kata dia, angka kecelakaan lalu lintas meningkat akibat pengendara berkonvoi secara ugal-ugalan saat pawai. Tentunya hal tersebut tidak diharapkan, apalagi sampai adanya kabar duka kehilangan nyawa di hari kemenangan.
"Maraknya tawuran antar geng remaja yang terjadi akhir-akhir ini juga akan meningkatkan potensi perkelahian antar kelompok atau kejadian pembegalan yang sulit dihindari akibat terkonsentrasinya massa dalam jumlah yang banyak pada satu zona saat pawai takbir keliling," katanya.
Baca juga: Pawai takbir menyambut Idul Fitri ditiadakan
Kemudian, lanjut Darius, pihaknya juga menyayangkan peserta pawai takbir keliling tersebut kebanyakan diikuti oleh remaja putra dan putri yang belum menikah atau bukan muhrim, namun mereka berboncengan yang dapat mencederai makna kehidupan islam.
"Jangan sampai pawai takbir keliling justru malah menghilangkan nilai-nilai syariat islam dan mengurangi makna sakral dan religi dari pawai takbiran itu sendiri," ujarnya.
Darius menegaskan, pawai takbir keliling merupakan kebudayaan melekat yang setiap tahun dilakukan oleh umat muslim di Indonesia. Namun, perkembangan kondisi sosial hari ini menuntut pemerintah melakukan penyesuaian teknisnya.
Apalagi, pelaksanaan takbiran di tempat ibadah tersebut juga bukan hal yang baru di tanah rencong, bahkan sudah pernah dilakukan para pendahulu sebelumnya.
"Melaksanakan takbir hari raya di masjid dan meunasah tidak akan mengurangi nilai ibadah dan esensi dari rasa tanda syukur kita menyelesaikan ibadah ramadhan selama satu bulan penuh," demikian Darius.
Baca juga: Aceh tidak gelar takbir keliling, begini alasannya