Kemudian sejak 2022 Kejari Aceh Barat mulai mengendus ada yang tak beres pada proyek itu. Kejaksaan pada akhir tahun itu juga meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Aceh untuk melakukan audit perhitungan kerugian keuangan negara.
“Saat ini tim BPKP sudah berada di Meulaboh dan mereka sedang bekerja,” kata Kepala Kejaksaan Negeri Aceh Barat, Siswanto. (Baca disini)
Ia menjelaskan, audit yang dilakukan oleh BPKP Aceh tersebut untuk menghitung indikasi kerugian keuangan negara dalam proyek yang sudah dikerjakan pada tahun 2020 itu.
Akhirnya pada 23 Mei 2023, Kejari Aceh Barat menetapkan tiga tersangka pada kasus tersebut. Ada pun tiga tersangka yang ditahan tersebut terdiri dari SA selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Dinas Perkim Kabupaten Aceh Barat. Kemudian MS selaku pelaksana kegiatan serta IS selaku pemilik perusahaan.
Kajari Siswanto menjelaskan ketiganya ditetapkan sebagai tersangka, setelah Kejaksaan Negeri Aceh Barat menemukan adanya indikasi kerugian keuangan negara sebesar Rp399 juta lebih, sesuai hasil audit oleh BPKP Provinsi Aceh. (Baca disini)
Siswanto mengatakan dalam kasus yang sedang dilakukan penyidikan tersebut juga terungkap, bahwa kuat dugaan uang telah dicairkan 100 persen sebelum pelaksanaan kegiatan timbunan selesai.
"Sedangkan fakta di lapangan, pekerjaan baru dikerjakan lebih kurang 60 persen,” kata Siswanto. (Baca disini)
Penyidik Kejari Aceh Barat kemudian juga mengungkap adanya dugaan pemalsuan tanda tangan Direktur CV Berkah Mulya Bersama berinisial R, oleh salah satu tersangka yang saat ini telah ditahan dalam kasus dugaan korupsi timbunan lokasi MTQ itu.
Kasus ini terungkap saat penyidik meminta keterangan kepada direktur perusahaan, yang mengakui bahwa tanda tangan di dalam dokumen kontrak telah dipalsukan. (Baca disini)
Publik kini menanti akhir dari proses hukum kasus dugaan korupsi proyek MTQ Aceh Barat.
Baca juga: Begini peran tersangka mantan Wali Kota Suaidi Yahya di kasus korupsi PT RS Arun Lhokseumawe